Pura
Hindu di Bali merupakan manifestasi dari penyembahan terhadap para
dewa-dewi yang dipercaya bisa mendatangkan hal positif bagi manusia.
Peran dan fungsi sebuah pura di Bali menjadi berganda, yakni
sebagai tempat untuk memuja, bersembahyang sekaligus juga sebagai tempat
berwisata. Salah satunya yakni Pura Lempuyang yang berada di belahan timur Pulau Bali.
Tiga Mandala
Pura Lempuyang
merupakan pura yang paling tua di Bali. Dalam konsepsi Dewata Nawa
Sanga atau Sembilan Dewa penguasa sembilan mata angin, pura ini
merupakan Sthana Dewa Iswara. Pura Lempuyang sendiri terbagi dalam tiga mandala yaitu Lempuyang Sor, Lempuyang Madya dan Lempuyang Luhur. Berdasarkan
lontar Markandeya Purana, Pura Lempuyang didirikan oleh Rsi Markandeya
sekitar abad ke-8 M. Pada saat itu Rsi Markandeya membuat sebuah
pesantrian untuk keperluan persembahyangan sekaligus membabarkan ajaran
Hindu.
Pesantrian tersebut diperkirakan berada pada lokasi Pura Lempuyang Madya saat ini, di mana di sini beliau dikenal sebagai Bhatara Gnijaya.
Aspek
kesejarahan pura ini menjadi sukar diungkap karena data-data yang kuat
sukar untuk ditemukan. Namun sejauh ini ada dua hal yang penting
menyangkut Pura Lempuyang ini yakni Gunung Lempuyang dan Sang Hyang Gnijaya. Arti kata “Lempuyang” sendiri dalam terminologi Jawa berarti Gunung Gamongan. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Pura Lempuyang merupakan salah satu dari tiga pura besar selain Besakih dan Pura Ulun Danu Batur.
Pantangan
Untuk
memasuki pura ini ada sejumlah pantangan yang tak boleh dilanggar
karena akan berakibat buruk atau fatal. Pantangan yang dimaksud adalah
menghindarkan dari perkataan buruk sebagai laiknya akan mendatangi
tempat suci dan disucikan. Demikian juga pengunjung pura ini harus
membersihkan segenap hatinya.
Lokasi
Pura Lempuyang Luhur
terletak di Bukit Gamongan, pada puncak puncak bukit Bisbis atau Gunung
Kembar di desa Purahayu, kecamatan Abang, kabupaten Karangasem.
Jaraknya dari kota AmlaPura lebih kurang 22 km, arah keutara melalui
Tirtagangga menuju desa Ngis di kecamatan Abang kemudian membelok
ketimur langsung ke desa Purahayu. Kendaraan bermotor maupun dengan
sepeda hanya bisa sampai di desa Ngis, kemudian berjalan kaki menuju
desa Purahayu dan selanjutnya berjalan diatas bukit menuju Pura yang
berada di puncak bukit Bisbis. Perjalanan yang memakan waktu lebih
kurang 3 jam itu cukup berat dan memayahkan, karena kadang-kadang
menemui jalan yang sempit dan berjurang terjal, serta meanjak terus.
Namun kepayahan itu dapat diimbali dengan indahnya panorama yang dapat
dinikmati dari atas bukit selama pendakian itu. Lebih-lebih dari puncak
Lempuyang pemandangan ke arah utara sangat indah, kelihatan pantai Amed
dan desa Culik, ke Timur Gunung Seraya, ke Selatan kota AmlaPura, Candi
Dasa, Padangbai dengan lautnya yang membiru dan ke Barat kelihatan
desa-desa yang berada di bawah seperti Desa Ngis, Basang alas, Megatiga
serta Gunung Agung yang nampak indah. Pura Lempuyang Luhur termasuk Pura
Sad Kahyangan di Bali (Menurut Lontar Widisastra) yang juga merupakan
kahyangan jagat yang termasuk salah satu dari “Pura-Pura” delapan
penjuru angin di Pulau Bali.
Sejarah
Sangat Sulit untuk mengungkapkan sejarah Pura Lempuyang Luhur
yang terletak di Bukit Gamongan Karangasem itu secara jelas, oleh
karena data-data yang kuat sukar di dapatkan. Kesulitan lain lagi ialah
sampai kini belum dijumpai “Purana” tentang Pura itu yang diharapkan
dapat memberikan keterangan secara jelas. Sementara itu baru diperoleh
data-data mengenai Pura Lempuyang Luhur yang sifatnya tidak
langsung, ialah keterangan dalam prasasti Sading C type :Tinulad” dan
keterangan yang terdapat dalam lontar Kutarakandha Dewa Purana Bangsul.
1. Prasasti Sading C
Naskah
turunan prasasti Sading C yang disimpan di Geria Mandhara Munggu, yang
isinya menyebutkan sebagai berikut ” Pada tahun 1072 Caka (1150) bulan
ke-9 hari tanggal 12 bulan paroh terang, wuku julungpujut, ketika hari
itu beliau Paduka Çri Maharaja Jayaçakti, merapatkan seluruh pemimpin
perang. Karena beliau akan pergi ke bali karena disuruh oleh ayahnya
yaitu Sang Hyang Guru yang bertujuan untuk membuat Pura (dharma) disana
di Gunung Lempuyang, terutama sebagai penyelamat bumi bali, diikuti oleh
pendeta Çiwa dan Budha serta mentri besar. Beliau juga disebut Maharaja
Bima, yaitu Çri Bayu atau Çri Jaya atau Çri Gnijayaçakti.”
2. Prasasti Kutarakanda DewaPurana Bangsul
Didalam
Lontar Kutarakanda DewaPurana Bangsul lembar ke 3-5 koleksi Ida Pedande
Gde Pemaron di Gria Mandhara Munggu Badung ada di singgung mengenai
Lempuyang yang kutipannya kira-kira sebagai berikut ” Demikianlah
perkataan Sang Hyang Parameçwara kepada putra beliau para dewa sekalian,
terutama sekali Sang Hyang Gnijayaçakti wahai anaknda, anda-anda para
dewa sekalian, dengarkanlah perkataanku kepdada anda sekalian, hendaknya
anda turun (datang) ke Pulau Bali menjaga pulau Bali, seraya anda
menjadi dewa disana”
Dari kedua sumber tersebut diatas ada dua hal yang penting dapat diambil yaitu : Gunung Lempuyang dan Sang Hyang Gnijaya. Di dalam bahsa Jawa kata Lempuyang berarti “Gamongan” gunung Lempuyang
berarti gunung gamongan atau bukit gamongan sebagaimana disebutkan
dalam lontar Kusuma Dewa dan sampai sekarang masyarakat sekitar tempat
itu menyebutkan bahwa Pura Lempuyang terletak di Bukit Gamongan disebelah timur kota Amlapura.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Pura di Bali
dengan judul Pura Lempuyang Luhur di Karangasem. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://pictureinview.blogspot.com/2013/05/pura-lempuyang-luhur-di-karangasem.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Yogi In Bali - Rabu, 29 Mei 2013
Belum ada komentar untuk "Pura Lempuyang Luhur di Karangasem"
Posting Komentar